Oleh : Ruslan Abdul Gani, M.Ag
(Penghulu KUA Kec. Tarogong Kaler)
A.
Pendahuluan
Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi.
Pertama dari sudut pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda. Atau dengan kata lain,
masyarakat, mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke
generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Nilai-nilai ini
bermacam-macam. Ada
yang bersifat intelektual, seni, politik, ekonomi dan lain-lain lagi. Dalam
berbagai hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu karya diantaranya
adalah binaan rumah tangga.
Dilihat dengan kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak. Ia masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau kita pandai menggunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah.[1] Yang kesemuanya itu menurut pemahaman penulis bermula dari pendidikan dalam rumah tangga.
Dalam makalah yang kecil dan sangat sederhana ini penulis akan mencoba mengetengahkan beberapa kajian sebagai berikut :
1.
Pengertian Pendidikan dalam Islam
2.
Tanggung Jawab Orang tua dalam Pendidikan Agama
3.
Pendidikan Agama Pra dan Pasca Lahir
4.
Pendidikan Agama pada Usia Nol sampai Usia Enam Tahun,
Usia Sekolah Dasar, Masa Remaja dan Masa menginjak Dewasa.
B.
Pengertian Pendidikan dalam Islam
Menurut Hasan Langgulung istilah education,
dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin educere berarti
memasukkan sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang.
Jadi di sini ada tiga hal yang terlibat ; ilmu, proses memasukkan dan kepala
orang, kalaulah memang ilmu itu masuk di kepala.
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah
yang biasa di pergunakan dalam pengertian pendidikan. Biasa dipergunakan ta’lim
( تعليم ) sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
“Dan dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada
para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (qs. Al Baqarah: 31)
Juga
kata tarbiyah (تربية )
dipergunakan untuk pendidikan. Seperti firman Allah dalam Surat Al Isra yang
berbunyi:
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. Bani Israil: 24)
Di
samping itu kata ta’dib ( تاديب
) dipergunakan, seperti sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
ادبنى ربى فاحسن تاديبى
“Allah mendidikku,
maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”
Walaupun
ketiga istilah itu bisa dipergunakan dengan pengertian yang sama, ada beberapa
ahli – seperti yang dikatakan Hasan Langgulung- bahwa ta’lim hanya
berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Dengan kata lain ta’lim
hanyalah sebahagian dari pendidikan. Sedang kata tarbiyah, yang
lebih luas dipergunakan sekarang di Negara-negara Arab, terlalu luas,. Sebab kata
tarbiyah juga digunakan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan dengan
pengertian yang memelihara atau membela, menternak dan lain-lain lagi. Sedang
pendidikan yang diambil dari education
itu hanya untuk manusia saja. Maka, menurutnya kata ta’dib lebih
tepat sebab tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak meliputi
makhluk-makhluk lain selain manusia. Jadi ta’dib sudah meliputi kata ta’lim
dan tarbiyah. Selain daripada itu kata ta’dib itu erat
hubungannya dengan kondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam sisi
pendidikan.[2]
C. Tanggung Jawab Orang Tua dalam
Pendidikan Agama (Islam)
Rumah tangga
merupakan satu unit terkecil dari masyarakat. Keluarga sebagai tempat lahir
anak dan tempat pertama kali menerima pendidikan, dengan sendirinya pembentukan
pribadi dan watak terlaksana dalamkeluarga ini. Islam telah memberikan
perhatian terhadap kehidupan dalam berumah tangga melalui aturan-aturan yang
lengkap dalam Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW., banyak dijumpai ayat-ayat
yang mengatur hubungan berumah tangga demikian pula dalam hadits Nabi[3].
Firman Allah SWT
dalam Surat Al Rum ayat 21 yang berbunyi:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Al Rum: 21)
Perkawinan dalam Islam
merupakan suatu perbuatan yang suci, dan merupakan salah satu sarana untuk
menegakkan ajaran agama Islam. Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1
diterangkan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa.[4]
Melalui
perkawinan seseorang dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela yang
dapat menjerumuskan seseorang ke lembah kehidupan di bawah tekanan hawa nafsu,
dengan perkawinan yang berdasarkan cinta kasih diharapkan dapat diwujudkan
masyarakat terkecil (keluarga) yang
diliputi rasa kasih sayang, tentram sehingga dapat terbentuk keluarga yang
harmonis[5].
Dengan
demikian jelaslah bahwa untuk mebangun suatu rumah tangga yang selaras antara
kebutuhan lahir dan bathin, maka adalah suatu upaya yang mesti ditempuh adalah
dengan melalui proses perkawinan yang sah, yang jelas payung hukumnya sehingga
tidak menimbulkan keraguan dan kerancuan di kalangan masyarakat luas.
- Pengaruh Orang Tua
Orang tua merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak
mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga[6]
Pada umumnya
pendidikan keluarga itu bukan berpangkal tolak dari pengertian yang lahir dari
pengetahuan pendidikan, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya
memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan
ini terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh secara timbal balik
antara orang tua dan anak.[7]
Di sini jelaslah
bahwa orang tua (ibu dan bapak) memegang peranan penting dan amat berpengaruh
atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu
ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya
seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Namun demikian pengaruh ayah terhadap
anaknya besar pula, di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai
di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaannya
sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.
- Tanggung Jawab Orang Tua
Setiap orang tua
tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna.
Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat,
kuat, berketerampilan, cerdas, pandai dan beriman. Bagi orang Islam, beriman
itu adalah beriman secara Islam. Dalam tarap yang sederhana, orang tua tidak
ingin anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh dan nakal. Pada tingkat
yang paling sederhana, orang tua tidak menghendaki anaknya nakal dan menjadi
penganggur. Dan terakhir, pada tarap paling minimal ialah jangan nakal.
Kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan.[8]
Menurut Zakiyah
Darajat, tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua
sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
1. Memelihara dan mebesarkan anak,
yang paling sederhana adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2. Melindungi dan menjamin keselamatan
baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan penyelewengan hidupnya.
3. Memberi pengajaran dalam arti yang
luas sehingga anak memperoleh pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi
mungkin yang dapat dicapainya.
4. Membahagiakan anak, baik untuk
dunia maupun akhirat, sesuai dengan pendangan dan tujuan hidup muslim.
Selanjutnya Zakiyah Darajat
mengemukakan pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya
membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja
dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen) agama saja, akan
tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan
(amaliyah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut
hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.[9]
Dengan demikian
seyogiyanya setiap orang tua hendaknya menyadari, bahwa pendidikan agama
bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan anak
dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi pendidikan agama lebih jauh dan lebih
luas dari itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak,
sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental dan akhlak, jauh lebih
penting daripada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum agama yang tidak
dihayati dan tidak diamalkan dalam hidup dan kehidupannya.
D.
Pendikan Agama Pra dan Pasca Lahir
1. Pendidikan Agama Pra Lahir
Pendidikan agama
dalam arti pembinaan kepribadian sebenarnya telah mulai sejak si anak lahir,
bahkan sejak dalam kandungan atau bahkan keadaan orang tua ketika si anak dalam
kandungan mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti. Untuk memperoleh
kepribadian yang baik bagi anak hendaknya orang tua melakukan hal-hal yang baik
dan terpuji serta menghindari hal-hal yang berpengaruh negatif, seperti:
1. Tekun melakukan shalat dan membaca
Al-Qur’an;
2. Selalu bersikap sabar dan tawakkal;
3. Selalu meningkatkan kasih sayang
baik antara suami istri, kepada kedua orang tua, tetangga maupun teman;
4. Menjauhkan diri dari hal-hal yang
dianggap kurang baik atau dilarang oleh agama;
5. Menghindarkan diri dari memukul
atau membunuh binatang.[10]
Selanjutnya Zakiyah
Darajat mengemukakan bahwa pembinaan mental dan kepribadian dimulai jauh
sebelum anak berada dalam kandungan, yaitu:
a. Sejak akan memilih jodoh.
b. Dalam hubungan khusus suami istri
dilakukan dengan cara-cara dan adab yang baik dan sopan menurut ajaran agama
serta dimulai dengan do’a .
c. Kedua calon ibu-bapak dalam rumah
tangga selalu rukun dan damai serta tetap taat menjalankan perintah agama dan
menjauhi segala larangannya.[11]
2. Pendidikan Agama Pada Saat Dan
Sesudah Lahir
Islam mengajarkan
agar kelahiran seorang bayi disambut dengan baik dan kemudian dirawat dan
diasuh agar menjadi seorang muslim yang taat dan saleh. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa hal yang ditentukan oleh agama Islam, di antaranya adalah:
a. Adzan
b. Aqiqah
c. Pemberian nama dan mencukur rambut
d. Khitan[12]
E.
Pendidikan Agama Pada Usia Nol Sampai Usia Enam Tahun
1. Usia Nol (Sejak Lahir) Sampai
Usia Dua Tahun
Secara
khronologis masa bayi (infancy) berlangsung sejak dilahirkan sampai usia
kurang lebih satu tahun dan ada yang mengatakan samapi dua tahun.[13]
Ahli
psikologi anak mengatakan sebagai berikut: “Masa Menyusu” sebenarnya dikatakan
kepada anak sejak lahir sampai berusia kira-kira satu setengah tahun atau dua
tahun juga bisa dikatakan bayi masa menyusu, oleh karena dalam masa itu hampir
seluruh hidupnya tergantung dari susu dan menyusu, baik dari susu ibu maupun
lainnya untuk mempertahankan hidupnya. Meskipun demikian berkurang perbuatan
menyusu itu, namun akhirnya anak makan seperti makanan yang dimakan oleh
orang-orang dewasa. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an QS. Al Baqarah: 233 sebagai
berikut:
233. Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan
seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Dari
konteks ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Allah mewajibkan kepada ibu untuk
menyusukan bayinya guna membuktikan bahwa ASI (Air Susu Ibu) mempunyai pengaruh
yang sangat besar kepada si anak. Di samping itu, dengan fitrah kejadiannya
memiliki rasa kasih sayang yang mendalam sehingga penyususan langsung dari ibu
berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental anak. Sementara itu Allah
memberikan pula keringanan terhadap kewajiban itu, umpamanya kesehatan ibu
terganggu atau seorang ahli mengatakan tidak baik disusukan oleh ibu karena
sesuatu hal, maka tidak mengapa kalau anak mendapat susu atau makanan dari
orang lain.
- Usia Dua Sampai Enam Tahun
Masa kanak-kanak atau masa anak
kecil (early childhood) berlangsung antara usia dua tahun sampai dengan lima atau enam tahun. Ciri
yang paling menonjol pada masa ini ialah berlangsungnya pertumbuhan biologis
dan fisik serta memperoleh berbagai keterampilan baru seperti berjalan,
berbicara, menggunakan anggota badannya, berhubungan dengan orang lain, dan
sebagainya.[14]
Anak
pada masa ini perlu dilatih untuk membiasakan diri melakukan hal-hal utama seperti:
- Mengenal sifat-sifat Allah dengan segala ciptaan-Nya.
- Membiasakan membaca do’a-do’a yang pendek
- Memberikan contoh keteladanan
- Bertindak sesuai ajaran agama
- Tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama.[15]
D.
Masa Usia Sekolah Dasar (Enam Sampai Dua Belas Tahun)
Masa anak-anak berlangsung pada
usia enam tahun sampai dengan usia dua belas tahun. Tiga ciri utama pada masa
ini ialah:
1.
Dorongan
anak untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya (pear group).
2.
Keadaan
fisik yang mendorong anak untuk masuk ke dalam dunia permainan yang membutuhkan
keterampilan otot-otot.
3.
Dorongan
mental untuk memasuki dunia konsep-konsep, logika, simbol (lambang), dan
komunikasi secara dewasa.[16]
Depag RI sebagaimana yang diungkapkan Kanwil
Depag Provinsi Jawa Barat dalam Pembinaan Keluarga Sakinah bahwa anak pada masa
usia Sekolah Dasar ini kendaknya diberi pendidikan agama yang lebih ditekankan
pada pembinaan sikap dan prilaku, sebagai berikut:
1. Pendidkan Aqidah Islamiyah
Aqidah adalah inti dasar keimanan
seseorang yang harus ditanamkan sejak dini, sebagaimana Firman Allah dalam Al
Qur’an Surat Lukman: 13 sebagai berikut:
13. Dan (Ingatlah) ketika
Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
2.
Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah khususnya
pendidikan shalat, anak-anak dididik selain memenuhi tata cara shalat lima waktu dan
shalat-shalat sunnat juga melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya dan tepat
waktu. Pendidikan shalat tidak terbatas tentang kaifiat yang bersifat fiqhiyyah,
melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai shalat, mereka harus mampu tampil
sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang
sabar sebagimana Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Lukman: 17 sebagai berikut:
17.
Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).
Dalam
sabda Nabi Muhammad SAW disebutkan
tentang pendidikan shalat untuk keluarga yakni:
مروا
اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين رواه ابو داود
“Perintahkanlah
anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan
pukullah mereka ketika telah berusia sepuluh tahun (jika belum mau menjalankan
shalat)”. HR. Abu Dawud)
3.
Pendidikan dan Pengajaran Al Qur’an
Pendidikan dan pengajaran Al Qur’an
serta pokok-pokok ajaran Islam lain telah disebutkan dalam hadits Nabi yang di
riwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalib:
خيركم من تعلم القران وعلمه
رواه البيهقى
“Sebaik-baik dari
kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an serta mengajarkannya”. (HR. Baihaqi)
4.
Pendidikan Akhlaqul Karimah
Pendidikan Akhlaqul Karimah menjadi
sangat penting untuk dikemukakan dalam pendidikan keluarga (rumah tangga),
sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Lukman: 14 sebagai berikut:
14. Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih
ialah setelah anak berumur dua tahun.
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182]
dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
[1182] Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah
terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.
Dari beberapa ayat tersebut di atas
telah menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah
pendidikan akhlaq, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang terpuji,
menghormati kedua orang tua, bertingkah laku yang sopan, baik perilaku
keseharian maupun dalam bertutur kata.
E.
Masa Remaja (Usia Tiga Belas Tahun Sampai Dua Puluh Satu Tahun)
1.
Masa Remaja Pertama
Pada usia remaja awal (antara usia tiga belas
sampai enam belas tahun) pertumbuhan fisik anak cepat sekali, dalam usia tiga
belas tahun fisik anak berubah dari kanak-kanak menjadi dewasa dan pertumbuhan
kecerdasan telah mendekati selesai. Maka ia telah mampu mengambil kesimpulan
abstrak dari fakta yang didapatnya.[17]
Selama
masa remaja, terutama masa-masa awal, ketika perubahan fisik terjadi dengan
pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Menurut Ahmad
Tafsir dari Elizabeth B. Hurlock mencatat ada lima perubahan yang hampir bersifat
universal, sebagai berikut: Pertama, meningginya emosi, yang
intensitasnya terkait pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Emosi remaja
umumnya labil, sesuatu saat ia bisa sedih sekali di lain waktu ia bisa marah
sekali. Kedua, dan Ketiga, perubahan tubuh, minat dan peran yang
diharapkan oleh kelompok sosial. Perubahan ini sering kali menimbulkan masalah
baru. Keempat, perubahan nilai-nilai seiring dengan perubahan minat dan
pola prilaku. Kelima, Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap
setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka
sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka
dalam mengatasi tanggung jawab tersebut.[18]
Pada
fase usia ini perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Pendidikan agama dan Akhlakul
Karimah;
b. Sikap orang tua yang toleran dan mau
mengerti;
c. Sikap orang tua yang mau mengakui
bahwa remaja membutuhkan pengertian dan dorongan.[19]
2.
Masa Remaja Akhir (Usia Tujuh Belas Sampai Dua Puluh Satu Tahun)
Kendatipun bermacam-macam umur yang
ditentukan sebagai batas yang menentukan
masa remaja, namun pada umumnya ahli-ahli mengambil patokan kurang lebih antara
13 – 21 tahun adalah umur remaja. Sedang yang khususnya mengenai perkembangan
jiwa agama dapat diperpanjang menjadi lebih kurang 13 –
24 tahun. Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam
peralihan atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak-kanak
yang penuh ketergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.[20]
Pada masa remaja terakhir ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagian Proyek Keluarga Sakinah Kantor Wilayah
Depag Provinsi Jawa Barat, bahwa sekalipun pertumbuhan dan perkembangan telah
mendekati masa dewasa, namun mereka masih memerlukan perhatian orang tua.
Sehingga orang tua pada masa ini:
- Mampu menjadi tauladan dalam kehidupan anak-anaknya;
- Mengadakan pendekatan persuasif edukatif;
- Mau mengakui bahwa mereka butuh dorongan;
- Membawa mereka kepada ajaran agama;
- Memberi jalan bagi mereka untuk dapat ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
F.
PENUTUP
Dari uraian singkat yang telah penulis sajikan, dapat
disimpulkan bahwa rumah tangga merupakan bagian yang terkecil dari
masyarakat. Sebagai tempat pendidikan awal bagi anggotanya dalam rangka
membentuk masyarakat yang sehat, kuat, cerdas, dan beriman. Untuk mencapai
tujuan itu, maka diperlukan peraturan sebagai pedoman anggota keluarga
tersebut, sehingga segenap masing-masing dapat mejalankan hak dan kewajibannya.
Dalam rumah tangga tersebut ada
orang tua dan anak-anaknya. Perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap
pendidikan anak-anaknya. Dalam Islam ternyata pendidikan itu dimulai sejak
mencari jodoh untuk pasangan hidup suami istri hingga memiliki anak dari usia
nol tahun sampai mereka dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1975, Hubungan
Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga, Bandung
: Bulan Bintang.
Darajat,
Zakiah. 1990, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta
: Bulan Bintang.
-------------------.
2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta
: Bumi Aksara.
Langgulung, Hasan.
2000, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta
: PT. Al Husna Zikra.
RI,
Depag. 1989, Al Qur’an dan
Terjemahnya, Semarang
: CV. Toha Putra.
-------------------.
2004, Membangun Keluarga Sakinah,
Bandung :
Kanwil Jabar.
-------------------.
2003, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta : Dirjen Bimas Islam.
Tafsir, Ahmad. 2004,
Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam,
Bandung :
Mimbar Pustaka.
------------------.
2005, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Surya, Moh. 1990, Psikologi
Perkembangan, Bandung
: IKIP.
Yasin, Miqdad. 1993,
Potret Rumah Tangga Islamy, Solo : Pustaka Mantiq.
[1] Hasan
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 2000), hlm. 1-2.
[2] Ibid.,
hlm. 3-4.
[3]H.M
Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Keluarga,
(Bandung: Bulan Bintang, 1975), hlm. 108.
[4]Departemen
Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2003),hlm.
87-88.
[5] Depag RI, Membangun
Keluarga Sakinah, (Bandung:
Kanwil Jabar, 2004), hlm. 1.
[6] Zakiah
Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), Cet. Ke-7, hlm. 35.
[7] Depag RI,
Membangun …, hlm. 99.
[8] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-6,
hlm. 155.
[9] Zakiah
Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-12, hlm. 107.
[10] Zakiyah
Darajat, Ilmu Jiwa…, hlm. 109.
[11] Ibid,
hlm. 110.
[12] Depag RI,
Membangun…, hlm.109-110.
[13] Moh.
Surya, PsikologiPerkembangan, Bandung:
IKIP, 1990), hlm. 15.
[14] Ibid.
[15] Depag RI,
Membangun…, hlm. 115.
[16] Moh.
Surya, Psokologi…,hlm. 32.
[17] Depag RI,
Membangun…, hlm. 122.
[18] Ahmad
Tafsir dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), Cet. Ke-1,
hlm. 58.
[19] Depag RI,
Membangun…, hlm. 121-122.
[20] Zakiah
Darajat, Ilmu…, hlm. 72.
2 komentar:
sip..
Blognya tidak ada perkembangan yang progresif, mohon selalu diupdate datanya, biar seluruh pembaca mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan KUA
Posting Komentar