Selasa, 10 Januari 2012


PENDIDIKAN ISLAM DALAM RUMAH TANGGA
Oleh : Ruslan Abdul Gani, M.Ag
(Penghulu KUA Kec. Tarogong Kaler)


         A.    Pendahuluan
Pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda. Atau dengan kata lain, masyarakat, mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Nilai-nilai ini bermacam-macam. Ada yang bersifat intelektual, seni, politik, ekonomi dan lain-lain lagi. Dalam berbagai hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu karya diantaranya adalah binaan rumah tangga.

Dilihat dengan kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak. Ia masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau kita pandai menggunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah.[1] Yang kesemuanya itu menurut pemahaman penulis bermula dari pendidikan dalam rumah tangga.

Dalam makalah yang kecil dan sangat sederhana ini penulis akan mencoba mengetengahkan beberapa kajian sebagai berikut :
1.      Pengertian Pendidikan dalam Islam
2.      Tanggung Jawab Orang tua dalam Pendidikan Agama
3.      Pendidikan Agama Pra dan Pasca Lahir
4.      Pendidikan Agama pada Usia Nol sampai Usia Enam Tahun, Usia Sekolah Dasar, Masa Remaja dan Masa menginjak Dewasa.

B.     Pengertian Pendidikan dalam Islam
      Menurut Hasan Langgulung istilah education, dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Latin educere berarti memasukkan sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang terlibat ; ilmu, proses memasukkan dan kepala orang, kalaulah memang ilmu itu masuk di kepala.
      Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa di pergunakan dalam pengertian pendidikan. Biasa dipergunakan ta’lim ( تعليم ) sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (qs. Al Baqarah: 31)

        Juga kata tarbiyah (تربية ) dipergunakan untuk pendidikan. Seperti firman Allah dalam Surat Al Isra yang berbunyi:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. Bani Israil: 24)

      Di samping itu kata ta’dib ( تاديب ) dipergunakan, seperti sebuah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
      ادبنى ربى فاحسن تاديبى                                              
Allah mendidikku, maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan

      Walaupun ketiga istilah itu bisa dipergunakan dengan pengertian yang sama, ada beberapa ahli – seperti yang dikatakan Hasan Langgulung- bahwa ta’lim hanya berarti pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Dengan kata lain ta’lim hanyalah sebahagian dari pendidikan. Sedang kata tarbiyah, yang lebih luas dipergunakan sekarang di Negara-negara Arab, terlalu luas,. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan dengan pengertian yang memelihara atau membela, menternak dan lain-lain lagi. Sedang pendidikan  yang diambil dari education itu hanya untuk manusia saja. Maka, menurutnya kata ta’dib lebih tepat sebab tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak meliputi makhluk-makhluk lain selain manusia. Jadi ta’dib sudah meliputi kata ta’lim dan tarbiyah. Selain daripada itu kata ta’dib itu erat hubungannya dengan kondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam sisi pendidikan.[2]

C.    Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Agama (Islam)
Rumah tangga merupakan satu unit terkecil dari masyarakat. Keluarga sebagai tempat lahir anak dan tempat pertama kali menerima pendidikan, dengan sendirinya pembentukan pribadi dan watak terlaksana dalamkeluarga ini. Islam telah memberikan perhatian terhadap kehidupan dalam berumah tangga melalui aturan-aturan yang lengkap dalam Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW., banyak dijumpai ayat-ayat yang mengatur hubungan berumah tangga demikian pula dalam hadits Nabi[3].
Firman Allah SWT dalam Surat Al Rum ayat 21 yang berbunyi:
 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Al Rum: 21)

Perkawinan dalam Islam merupakan suatu perbuatan yang suci, dan merupakan salah satu sarana untuk menegakkan ajaran agama Islam. Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang  Perkawinan pasal 1 diterangkan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.[4]
      Melalui perkawinan seseorang dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menjerumuskan seseorang ke lembah kehidupan di bawah tekanan hawa nafsu, dengan perkawinan yang berdasarkan cinta kasih diharapkan dapat diwujudkan masyarakat terkecil  (keluarga) yang diliputi rasa kasih sayang, tentram sehingga dapat terbentuk keluarga yang harmonis[5].
      Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mebangun suatu rumah tangga yang selaras antara kebutuhan lahir dan bathin, maka adalah suatu upaya yang mesti ditempuh adalah dengan melalui proses perkawinan yang sah, yang jelas payung hukumnya sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kerancuan di kalangan masyarakat luas.
  1. Pengaruh Orang Tua
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga[6]
Pada umumnya pendidikan keluarga itu bukan berpangkal tolak dari pengertian yang lahir dari pengetahuan pendidikan, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan ini terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh secara timbal balik antara orang tua dan anak.[7]
Di sini jelaslah bahwa orang tua (ibu dan bapak) memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya. Namun demikian pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula, di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.
  1. Tanggung Jawab Orang Tua
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketerampilan, cerdas, pandai dan beriman. Bagi orang Islam, beriman itu adalah beriman secara Islam. Dalam tarap yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh dan nakal. Pada tingkat yang paling sederhana, orang tua tidak menghendaki anaknya nakal dan menjadi penganggur. Dan terakhir, pada tarap paling minimal ialah jangan nakal. Kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan.[8]
Menurut Zakiyah Darajat, tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
1.      Memelihara dan mebesarkan anak, yang paling sederhana adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
2.      Melindungi dan menjamin keselamatan baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan penyelewengan hidupnya.
3.      Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
4.      Membahagiakan anak, baik untuk dunia maupun akhirat, sesuai dengan pendangan dan tujuan hidup muslim.
Selanjutnya Zakiyah Darajat mengemukakan pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliyah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.[9]
Dengan demikian seyogiyanya setiap orang tua hendaknya menyadari, bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi pendidikan agama lebih jauh dan lebih luas dari itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental dan akhlak, jauh lebih penting daripada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum agama yang tidak dihayati dan tidak diamalkan dalam hidup dan kehidupannya.

D. Pendikan Agama Pra dan Pasca Lahir
            1. Pendidikan Agama Pra Lahir
Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian sebenarnya telah mulai sejak si anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan atau bahkan keadaan orang tua ketika si anak dalam kandungan mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti. Untuk memperoleh kepribadian yang baik bagi anak hendaknya orang tua melakukan hal-hal yang baik dan terpuji serta menghindari hal-hal yang berpengaruh negatif, seperti:
1.      Tekun melakukan shalat dan membaca Al-Qur’an;
2.      Selalu bersikap sabar dan tawakkal;
3.      Selalu meningkatkan kasih sayang baik antara suami istri, kepada kedua orang tua, tetangga maupun teman;
4.      Menjauhkan diri dari hal-hal yang dianggap kurang baik atau dilarang oleh agama;
5.      Menghindarkan diri dari memukul atau membunuh binatang.[10]
Selanjutnya Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa pembinaan mental dan kepribadian dimulai jauh sebelum anak berada dalam kandungan, yaitu:
a.       Sejak akan memilih jodoh.
b.      Dalam hubungan khusus suami istri dilakukan dengan cara-cara dan adab yang baik dan sopan menurut ajaran agama serta dimulai dengan do’a .
c.       Kedua calon ibu-bapak dalam rumah tangga selalu rukun dan damai serta tetap taat menjalankan perintah agama dan menjauhi segala larangannya.[11]
2. Pendidikan Agama Pada Saat Dan Sesudah Lahir
Islam mengajarkan agar kelahiran seorang bayi disambut dengan baik dan kemudian dirawat dan diasuh agar menjadi seorang muslim yang taat dan saleh. Untuk itu perlu dilakukan beberapa hal yang ditentukan oleh agama Islam, di antaranya adalah:
a.       Adzan
b.      Aqiqah
c.       Pemberian nama dan mencukur rambut
d.      Khitan[12]

E. Pendidikan Agama Pada Usia Nol Sampai Usia Enam Tahun
1. Usia Nol (Sejak Lahir) Sampai Usia Dua Tahun
      Secara khronologis masa bayi (infancy) berlangsung sejak dilahirkan sampai usia kurang lebih satu tahun dan ada yang mengatakan samapi dua tahun.[13]
      Ahli psikologi anak mengatakan sebagai berikut: “Masa Menyusu” sebenarnya dikatakan kepada anak sejak lahir sampai berusia kira-kira satu setengah tahun atau dua tahun juga bisa dikatakan bayi masa menyusu, oleh karena dalam masa itu hampir seluruh hidupnya tergantung dari susu dan menyusu, baik dari susu ibu maupun lainnya untuk mempertahankan hidupnya. Meskipun demikian berkurang perbuatan menyusu itu, namun akhirnya anak makan seperti makanan yang dimakan oleh orang-orang dewasa. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an QS. Al Baqarah: 233 sebagai berikut:
233.  Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

      Dari konteks ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Allah mewajibkan kepada ibu untuk menyusukan bayinya guna membuktikan bahwa ASI (Air Susu Ibu) mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada si anak. Di samping itu, dengan fitrah kejadiannya memiliki rasa kasih sayang yang mendalam sehingga penyususan langsung dari ibu berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental anak. Sementara itu Allah memberikan pula keringanan terhadap kewajiban itu, umpamanya kesehatan ibu terganggu atau seorang ahli mengatakan tidak baik disusukan oleh ibu karena sesuatu hal, maka tidak mengapa kalau anak mendapat susu atau makanan dari orang lain.
  1. Usia Dua Sampai Enam Tahun
Masa kanak-kanak atau masa anak kecil (early childhood) berlangsung antara usia dua tahun sampai dengan lima atau enam tahun. Ciri yang paling menonjol pada masa ini ialah berlangsungnya pertumbuhan biologis dan fisik serta memperoleh berbagai keterampilan baru seperti berjalan, berbicara, menggunakan anggota badannya, berhubungan dengan orang lain, dan sebagainya.[14]
      Anak pada masa ini perlu dilatih untuk membiasakan diri melakukan hal-hal utama  seperti:
  1. Mengenal sifat-sifat Allah dengan segala ciptaan-Nya.
  2. Membiasakan membaca do’a-do’a yang pendek
  3. Memberikan contoh keteladanan
  4. Bertindak sesuai ajaran agama
  5. Tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama.[15]

D. Masa Usia Sekolah Dasar (Enam Sampai Dua Belas Tahun)
Masa anak-anak berlangsung pada usia enam tahun sampai dengan usia dua belas tahun. Tiga ciri utama pada masa ini ialah:
1.        Dorongan anak untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya (pear group).
2.        Keadaan fisik yang mendorong anak untuk masuk ke dalam dunia permainan yang membutuhkan keterampilan otot-otot.
3.        Dorongan mental untuk memasuki dunia konsep-konsep, logika, simbol (lambang), dan komunikasi secara dewasa.[16]
Depag RI sebagaimana yang diungkapkan Kanwil Depag Provinsi Jawa Barat dalam Pembinaan Keluarga Sakinah bahwa anak pada masa usia Sekolah Dasar ini kendaknya diberi pendidikan agama yang lebih ditekankan pada pembinaan sikap dan prilaku, sebagai berikut:

1.      Pendidkan Aqidah Islamiyah
Aqidah adalah inti dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan sejak dini, sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Lukman: 13 sebagai berikut:
13.  Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

2. Pendidikan Ibadah
            Pendidikan ibadah khususnya pendidikan shalat, anak-anak dididik selain memenuhi tata cara shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnat juga melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Pendidikan shalat tidak terbatas tentang kaifiat yang bersifat fiqhiyyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai shalat, mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang sabar sebagimana Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Lukman: 17 sebagai berikut:
17.  Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Dalam sabda Nabi  Muhammad SAW disebutkan tentang pendidikan shalat untuk keluarga yakni:
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر سنين      رواه ابو داود    
Perintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika telah berusia sepuluh tahun (jika belum mau menjalankan shalat)”. HR. Abu Dawud)

3. Pendidikan dan Pengajaran Al Qur’an
            Pendidikan dan pengajaran Al Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam lain telah disebutkan dalam hadits Nabi yang di riwayatkan oleh Ali Bin Abi Thalib:
خيركم من تعلم القران وعلمه   رواه البيهقى                                   
Sebaik-baik dari kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an serta mengajarkannya”. (HR. Baihaqi)

4. Pendidikan Akhlaqul Karimah
            Pendidikan Akhlaqul Karimah menjadi sangat penting untuk dikemukakan dalam pendidikan keluarga (rumah tangga), sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Lukman: 14 sebagai berikut:
14.  Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180]  Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

18.  Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

19.  Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
[1182]  Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.

            Dari beberapa ayat tersebut di atas telah menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlaq, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang terpuji, menghormati kedua orang tua, bertingkah laku yang sopan, baik perilaku keseharian maupun dalam bertutur kata.

E. Masa Remaja (Usia Tiga Belas Tahun Sampai Dua Puluh Satu Tahun)
1. Masa Remaja Pertama
       Pada usia remaja awal (antara usia tiga belas sampai enam belas tahun) pertumbuhan fisik anak cepat sekali, dalam usia tiga belas tahun fisik anak berubah dari kanak-kanak menjadi dewasa dan pertumbuhan kecerdasan telah mendekati selesai. Maka ia telah mampu mengambil kesimpulan abstrak dari fakta yang didapatnya.[17]
      Selama masa remaja, terutama masa-masa awal, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Menurut Ahmad Tafsir dari Elizabeth B. Hurlock mencatat ada lima perubahan yang hampir bersifat universal, sebagai berikut: Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya terkait pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Emosi remaja umumnya labil, sesuatu saat ia bisa sedih sekali di lain waktu ia bisa marah sekali. Kedua, dan Ketiga, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Perubahan ini sering kali menimbulkan masalah baru. Keempat, perubahan nilai-nilai seiring dengan perubahan minat dan pola prilaku. Kelima, Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka dalam mengatasi tanggung jawab tersebut.[18]
      Pada fase usia ini perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Pendidikan agama dan Akhlakul Karimah;
b.      Sikap orang tua yang toleran dan mau mengerti;
c.       Sikap orang tua yang mau mengakui bahwa remaja membutuhkan pengertian dan dorongan.[19]
2. Masa Remaja Akhir (Usia Tujuh Belas Sampai Dua Puluh Satu Tahun)
            Kendatipun bermacam-macam umur yang ditentukan sebagai batas  yang menentukan masa remaja, namun pada umumnya ahli-ahli mengambil patokan kurang lebih antara 13 – 21 tahun adalah umur remaja. Sedang yang khususnya mengenai perkembangan jiwa  agama  dapat diperpanjang menjadi lebih kurang 13 – 24 tahun. Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.[20]

            Pada masa remaja terakhir ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagian Proyek Keluarga Sakinah Kantor Wilayah Depag Provinsi Jawa Barat, bahwa sekalipun pertumbuhan dan perkembangan telah mendekati masa dewasa, namun mereka masih memerlukan perhatian orang tua. Sehingga orang tua pada masa ini:
  1. Mampu menjadi tauladan dalam kehidupan anak-anaknya;
  2. Mengadakan pendekatan persuasif edukatif;
  3. Mau mengakui bahwa mereka butuh dorongan;
  4. Membawa mereka kepada ajaran agama;
  5. Memberi jalan bagi mereka untuk dapat ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

F. PENUTUP
            Dari uraian singkat yang telah penulis sajikan, dapat disimpulkan bahwa rumah tangga merupakan bagian yang terkecil dari masyarakat. Sebagai tempat pendidikan awal bagi anggotanya dalam rangka membentuk masyarakat yang sehat, kuat, cerdas, dan beriman. Untuk mencapai tujuan itu, maka diperlukan peraturan sebagai pedoman anggota keluarga tersebut, sehingga segenap masing-masing dapat mejalankan hak dan kewajibannya.
Dalam rumah tangga tersebut ada orang tua dan anak-anaknya. Perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam Islam ternyata pendidikan itu dimulai sejak mencari jodoh untuk pasangan hidup suami istri hingga memiliki anak dari usia nol tahun sampai mereka dewasa.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1975, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan   Sekolah dan Keluarga, Bandung : Bulan Bintang.
Darajat, Zakiah. 1990, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang.
-------------------. 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara.
Langgulung, Hasan. 2000, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Al Husna    Zikra.
RI, Depag. 1989,  Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : CV. Toha Putra.
-------------------. 2004,  Membangun Keluarga Sakinah, Bandung : Kanwil Jabar.
-------------------. 2003, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta : Dirjen Bimas      Islam.
Tafsir, Ahmad. 2004,  Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Mimbar Pustaka.
------------------. 2005, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Surya, Moh. 1990, Psikologi Perkembangan, Bandung : IKIP.
Yasin, Miqdad. 1993, Potret Rumah Tangga Islamy, Solo : Pustaka Mantiq.
      


[1] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 2000), hlm. 1-2.
[2] Ibid., hlm. 3-4.
[3]H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Bandung: Bulan Bintang, 1975), hlm. 108.
[4]Departemen Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2003),hlm. 87-88.
[5] Depag RI, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: Kanwil Jabar, 2004), hlm. 1.
[6] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. Ke-7, hlm. 35.
[7] Depag RI, Membangun …, hlm. 99.
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-6, hlm. 155.
[9] Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990),  Cet. Ke-12, hlm. 107.
[10] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa…, hlm. 109.
[11] Ibid, hlm. 110.
[12] Depag RI, Membangun…, hlm.109-110.
[13] Moh. Surya, PsikologiPerkembangan, Bandung: IKIP, 1990), hlm. 15.
[14] Ibid.
[15] Depag RI, Membangun…, hlm. 115.
[16] Moh. Surya, Psokologi…,hlm. 32.
[17] Depag RI, Membangun…, hlm. 122.
[18] Ahmad Tafsir dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004), Cet. Ke-1, hlm. 58.
[19] Depag RI, Membangun…, hlm. 121-122.
[20] Zakiah Darajat, Ilmu…, hlm. 72.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sip..

Anonim mengatakan...

Blognya tidak ada perkembangan yang progresif, mohon selalu diupdate datanya, biar seluruh pembaca mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan KUA